IKLAN

Saturday, July 11, 2020

Memahami kondisi wilayah dan posisi strategis Indonesia sebagai poros maritim dunia

  
 
Poros maritim merupakan gagasan yang dilontarkan oleh presiden terpilih Joko Widodo saat kampanye pemilihan presiden beberapa waktu lalu. Perlu di kembalikan lagi kesadaran bangsa Indonesia tentang jati dirinya sebagai bangsa maritim. Posisi Indonesia sebagai negara kepulauan yang strategi diapit dua benua Asia dan Australia, serta dua samudra, Hindia dan Pasifik sangat stategis untuk menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Letak, Luas, dan Batas Wilayah Indonesia

Letak

Letak astronomis Indonesia

Letak astronomis Indonesia berada pada 6 derajat LU – 11 derajat LS dan 95 derajat BT – 141 derajat BT. Posisi Indonesia yang dilintasi garis khatulistiwa berefek wilayah Indonesia dipengaruhi iklim tropis. Karena dipengaruhi iklim tropis, Indonesia memperoleh curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Indonesia juga memiliki suhu dan kelembaban udara yang tinggi. Kondisi iklim yang demikian memungkinkan Indonesia memiliki banyak hutan yang lebat dan senantiasa hijau.

Daerah yang berada di Indonesia bagian barat memiliki selisih waktu +7 terhadap GMT (Greenwich Mean Time). Wilayah-wilayahnya antara lain Sumatera, Jawa, Madura, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.  Wilayah Indonesia tengah memiliki selisih waktu +8 terhadap GMT. Wilayah-wilayahnya antara lain Bali, Nusa Tengara, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Pulau Sulawesi, dan pulau-pulau kecil sekitarnya. Indonesia bagian timur memiliki selisih waktu +9 terhadap GMT. Wilayah-wilayahnya antara lain Kepulauan Maluku, Papua, Papua Barat, dan pulau-pulau kecil sekitarnya.

Letak geografis Indonesia

Menurut letak geografis. Indonesia terletak di antara dua benua, yakni benua Asia dan Australia serta di antara dua samudra, yakni Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Letak Indonesia yang diapit dua benua dan berada di antara dua samudra berpengaruh besar terhadap keadaan alam ataupun kehidupan penduduk.

Indonesia sendiri termasuk negara yang berada di dalam Benua Asia, tepatnya Asia Tenggara atau yang kita kenal sebagai ASEAN bersama 10 negara lainnya seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei Darusalam, Vietnam, Myanmar, Kamboja, Laos, dan Timor Leste. Indonesia menjadi persimpangan lalu lintas dunia, baik darat, udara, mau pun laut. Indonesia juga bertetangga dengan banyak negara di Asia yang sedang menunjukkan geliat pertumbuhan ekonomi yang luar biasa seperti China, India, dan Thailand. Selain itu, Indonesia berada pada titik persilangan perekonomian dunia dan perdagangan internasional, baik negara-negara industri maju maupun berkembang.

Letak Geologis Indonesia

Letak Geologis Indonesia adalah letak wilayah Indonesia berdasarkan susunan bebatuan yang ada di permukaan bumi Indonesia. Indonesia adalah negara dengan jumlah gunung api terbanyak di dunia dan sebagian besarnya adalah gunung-gunung yang masih aktif. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab utama kesuburan tanah Indonesia. Tanah subuh karena mengandung unsur hara yang tinggi dan ini bisa terjadi karena letusan gunung berapi. Indonesia terletak pada pusat pertemuan dua pegunungan muda, yaitu penggunungan Sirkum Mediterania dan pegunungan Sirkum Pasifik. Wilayah Indonesia bagian barat dilalui oleh pegunungan Sirkum Mediterania sedangkan wilayah Indonesia bagian tengah dilalui oleh pegunungan Sirkum Pasifik.

Secara geologis pula Indonesia terletak di antara tiga lempeng utama yang ada didunia yakni Lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Hal ini juga yang menyebabkan kenapa di Indonesia sering terjadi gempa bumi. Gempa bumi bisa terjadi karena tumbukan antar lempeng. Indonesia terletak di antara tiga lempeng utama dunia, maka kemungkinan terjadi gempa bumi di Indonesia sangat besar dibandingkan dengan negara-negara lain didunia. Sebagian besar wilayah di Indonesia sangat rawan terhadap gempa, kecuali wilayah Kalimantan.

Menurut ilmu geologi, Indonesia juga terletak di antara dua dangkalan besar, yaitu Dangkalan Sunda dan Dangkalan Sahul. Dangkalan itu sendiri adalah wilayah laut dangkal yang menghubungkan wilayah daratan yang sangat besar (bisa negara, kawasan, ataupun benua). Dangkalan sunda berada didaerah Indonesia bagian barat yang berhubungan langsung dengan Benua Asia. Dangkalan ini mencakup wilayah Semenanjung Malaysia, Sumatera, Jawa, Madura, Bali dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Sedangkan Dangkalan Sahul berada di Indonesia bagian timur yang berhubungan langsung dengan Benua Australia. Dangkalan Sahul mencakupi wilayah yang sangat luas, membentang dari bagian utara Papua hingga bagian utara Benua Australia.

Luas

Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki 17.499 pulau dari Sabang hingga Merauke. Luas total wilayah Indonesia adalah 7,81 juta km2 yang terdiri dari 2,01 juta km2 daratan, 3,25 juta km2 lautan, dan 2,55 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Keindahan bahari dan hasil laut yang dimiliki Indonesia tentu memiliki kualitas terbaik. Mulai pulau yang cantik akan isi lautnya seperti terumbu karang dan tumbuhan laut. Luas terumbu karang di Indonesia mencapai 50.875 kilometer persegi yang menyumbang 18% luas total terumbu karang dunia dan 65% luas total di coral triangle. Sebagian besar terumbu karang ini berlokasi di bagian timur Indonesia.

Batas

Batas daratan Indonesia

Batas Wilayah Indonesia mencakup batas daratan Indonesia dan batas laut Indonesia. Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga kebanyakan batas wilayah Indonesia berada di lautan. sebanyak 10 Negara yang berbatasan laut dengan Indonesia, sedangkan bagian batas wilayah daratnya hanya berbatasan dengan tiga Negara saja. Malaysia berbatasan dengan Indonesia di Pulau Kalimantan, Timor Leste yang lepas dari Indonesia melalui referendum tahun 1999, berbatasan dengan Indonesia di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, dan Papua Nugini yang berbatasan dengan Indonesia di Pulau Papua.

Batas Perairan Indonesia

Wilayah Perairan Indonesia secara konstitusi baru diterbitkan setelah kemerdekaan, yaitu melalui Deklarasi Hukum Indonesia, 13 Desember 1957 yang dipimpin Ir. H. Djuanda. Dikenal dengan nama deklarasi Juanda.

Isi deklarasi itu antara lain berbunyi:

  1. Untuk kesatuan bangsa dan integritas wilayah serta kesatuan ekonomi, ditarik garis lurus sebagai garis pangkal lurus dari titik-titik terluar pulau-pulau terluar yang menjadi unsur daratan geografis Indonesia
  2. Jalur laut wilayah atau laut teritorial adalah 12 mil laut diukur dari garis pangkal lurus tersebut di atas.
  3. Republik Indonesia berdaulat atas perairan sebelah dalam, dari garis luar batas laut teritorial itu. Termasuk dasar laut, tanah di bawahnya, beserta kekayaan dalam dan udara di atasnya.
  4. Hak lalu-lintas kendaraan air (kapal dan sebagainya) asing (yang bersifat damai) melalui Perairan Nusantara dijamin selama tidak merugikan keamanan, ketertiban, dan kepentingan-kepentingan negara Republik Indonesia.

Pengakuan Hukum Laut Internasional yang bertalian dengan negara-negara tetangga atas tata laut Indonesia diperoleh melalui perjuangan, perundingan -perundingan bilateral dan perjanjian-perjanjian Landas Kontinen (Landas Benua) dengan negara tetangga Indonesia. Perjanjian dengan Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, Singapura, India dan Australia, serta Papua Nugini. Perjuangan dalam forum Konferensi Hukum Laut Internasional telah dilakukan di Jenewa, Caracas, dan New York, secara berturut-turut dalam periode 1960 -1978.

Batas udara Indonesia

Tentang wilayah udara Indonesia, Sampai saat ini penerbangan di atas wilayah suatu negara masih diatur oleh tiga Konvensi yaitu: Konvensi Paris 1919; Konvensi Havana 1928; dan Konvensi Chicago 1944. Pokok-pokok pengaturan dalam konvensi-konvensi tersebut antara lain:

Negara bawah atau negara kolong memiliki kedaulatan mutlak dan eksklusif atas udara di atas wilayahnya, termasuk di atas laut wilayahnya.

Setiap negara mengakui hak lalu lintas udara damai (innocent passage), yaitu hak melewati wilayah udara negara lain tanpa mendarat. Antara lain ketentuan bahwa pesawat-pesawat terbang yang menggunakan hak tersebut haruslah melalui rute-rute yang telah ditetapkan oleh negara bawah, serta hak lintas udara damai itu juga dapat ditangguhkan untuk kepentingan keamanan negara bawah.

Dibedakan antara kapal terbang sipil (Civil air craft) dan kapal terbang militer, pabean, polish Kapal-kapal terbang negara tidak mempunyai hak lintas udara di atas wilayah negara lain.

Karakteristik Wilayah Daratan dan Perairan Indonesia

Daratan Indonesia

Secara umum, Indonesia sebagai Negara kepulauan (archipelagic state) fisiografi wilayah Indonesia yang terdiri dari 18.210 pulau memiliki kondisi fisiografi yang sangat kompleks. Sebagian wilayah Indonesia berupa laut, yakni luas wilayah laut 5 juta km2, luas daratan sekitar 1,9 juta km2 dan pantai tropical terpanjang di dunia, yakni 81.000 km2.

Pembagian wilayah fisiografi Indonesia secara menyeluruh sulit dilakukan mengingat Perkembangan Jalur Transportasi dan Perdagangan Internasional di Indonesia masing-masing pulau memiliki kompleksitas penampakan sendiri-sendiri. Oleh karena itu beberapa ahli geologi acapkali membahas kondisi fisiografi Indonesia secara umum berdasarkan pulau-pulau besar.

Untuk dapat memahami karakteristik geologisnya Indonesia, perlu ditelusuri sejarah pembentukan awal kepulauan nusantara ini. Rutten yang didukung oleh Van Bemellen menyatakan bahwa awal pembentukan kepulauan nusantara dapat ditelusuri dari beberapa bukti. Bukti tersebut dimulai dengan tenggelamnya Zona Anambas, yang merupakan Kontinen Asal, diperkirakan terjadi pada 300 juta tahun yang lalu (pada kurun geologi Devon). Tenggelamnya zona Anambas ini mengakibatkan wilayah di sekitarnya mencari keseimbangannya sendiri. Dalam rangka mencari keseimbangan itulah berturut-turut bagian-bagian dari muka bumi ini ada yang timbul kembali dan ada yang tenggelam secara perlahan-lahan dalam kurun waktu geologi tertentu (Sandy, 1996).

Untuk sampai pada bentuknya yang sekarang, konon Landas Kontinen Sunda (Indonesia bagian barat) telah mengalami delapan kali atau tahap pembentukan daratan (orogenesa). Di bagian Indonesia timur kejadiannya hampir sama dengan bagian barat, Kontinen Asal di bagian timur—oleh Van Bemmelen disebut Central Banda Basin atau yang kita kenal dengan nama Laut Banda—mengalami pembentukan sebanyak tujuh tahap.

Berdasarkan perkembangan geologi tersebut, dapat dinyatakan bahwa wilayah Indonesia merupakan titik temu dari tiga gerakan lempeng bumi, yakni: (1) gerakan dari sistem Sunda di barat; (2) gerakan dari sistem pinggiran di Asia Timur; (3) gerakan dari sistem Sirkum Australia.

Ketiga gerakan tersebut menyebabkan Indonesia menjadi jalur vulkanisme (pada jalur luar/outer) dan gempa yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan manusia Indonesia. Akibat banyaknya vulkan, maka tanah Indonesia menjadi tanah yang subur sehingga dapat memberi penghidupan/bahan pangan bagi penduduk, di samping kadang kala membawa malapetaka.

Karena Indonesia merupakan jalur vulkanisme (terangkai melalui sebuah busur yang terbentang dari Pulau We sampai ke Indonesia bagian timur (Maluku) dan juga Sulawesi, sampai ke Kepulauan Sangihe dan talaud, maka di Indonesia terdapat banyak vulkan (gunung api), kurang lebih berjumlah 129 vulkan.

Lempeng tektonik adalah unsur penting dalam konfigurasi geomorfologi Indonesia. Tiga sistem lempeng besar yang bertumpu pada tiga titik di sebelah selatan Kepala Burung, Pulau Papua. Lempeng-lempeng tersebut terpisah agak ke barat oleh jalur geser. Jalur geser yang berasal dari sudut pandang dinamika dalam sistem lempeng Pasifik, meskipun sebagian besar tersusun unsur lempeng Australia-India. Gerakan vertikal disertai oleh pergeseran lateral.

Terutama yang terjadi di zona kontak lempeng dari tekanan kerak tinggi dan tercatat dalam unsur geomorfologi. Seperti permukaan dataran di lahan tinggi, bentuk lahan pesisir, tudung terumbu, atol dan terumbu penghalang. Bagian tektogenesa Indonesia merupakan contoh karakteristik geomorfologi zona busur kepulauan dibanding kondisi iklim tropik.

Gunung api di Indonesia berasosiasi dengan zona subduksi dari lempeng tektonik, dan konfigurasi kompleksnya membentuk pegunungan dari busur vulkanik yang menyertai bidang miring dengan kegempaan tinggi. Gunung api di Indonesia dibedakan menjadi tiga wilayah utama:

  1. Busur vulkanik Sumatera-Jawa-Nusa Tenggara dan terusannya di Paluku Selatan;
  2. Busur vulkanik pada perbatasan ke arah timur dan barat pada igir vertikal Talaud Melayu di pulau Halmahera dan Minahasa-Sangihe di Sulawesi timur laut;
  3. Bagian barat daya busur vulkanik Sulawesi;

Perairan Indonesia

Negara Republik Indonesia adalah salah satu negara maritim atau negara kepulauan di dunia yang wilayahnya terdiri atas pulau-pulau besar dan kecil yang dihubungkan oleh wilayah laut. Perairan laut Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga wilayah utama, yaitu wilayah perairan bagian Barat, Tengah, dan Timur.

Perairan Indonesia Bagian Barat

Sebagian besar perairan laut Indonesia bagian Barat seperti Laut Jawa, Selat Sunda, Laut Natuna, Selat Malaka, Laut Cina Selatan, dan Selat Makassar merupakan zona laut dangkal dengan rata-rata kedalaman laut tidak lebih dari 200 meter, serta kondisi dasar laut yang relatif landai. Hal ini disebabkan secara geologis wilayah ini dahulu merupakan kesatuan wilayah dataran rendah yang termasuk pada paparan sunda (landas kontinen Asia), pada zaman glasial (zaman es).

Pada akhir zaman glasial terjadi pencairan es secara besar-besaran sehingga permukaan air laut mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Akibatnya, wilayah-wilayah daratan yang merupakan cekungan dan dataran rendah ada yang tertutup air laut membentuk zona laut dangkal (laut transgresi), termasuk paparan sunda.

Adapun wilayah- wilayah yang lebih tinggi dan tidak tertutup air laut, kemudian berubah menjadi pulau-pulau yang tersebar di sekitar laut dangkal tersebut, seperti Pulau Jawa, Pulau Sumatra, dan Pulau Kalimantan.

Beberapa bukti yang mendasari bahwa wilayah bagian Barat pernah menjadi satu kesatuan daratan antara lain sebagai berikut.

  1. Adanya persamaan flora dan fauna di Pulau Jawa, Sumatra, dan sebagian Kalimantan bagian Barat, seperti gajah, harimau, dan orang utan, serta tipe hutannya.
  2. Kondisi dan jenis batuan di wilayah-wilayah tersebut relatif sama.
  3. Ditemukan lembah-lembah di dasar laut yang diperkirakan bekas aliran sungai purba (submarine canyon), yaitu: 1) alur-alur di Pantai Timur Sumatra dan Pantai Barat Kalimantan yang diperkirakan merupakan cabang-cabang sungai purba yang akhirnya bersatu dengan sungai induknya di Laut Cina Selatan; 2) alur-alur di Pantai Utara Jawa, Pantai Selatan Kalimantan, dan Selat Makassar yang diperkirakan merupakan cabang- cabang sungai purba yang akhirnya bermuara dengan sungai induknya di Selat Makassar.

Perairan Indonesia Bagian Tengah

Wilayah perairan laut Indonesia bagian Tengah didominasi oleh laut-laut dalam dengan bentuk dasar laut berupa cekungan dan palung laut, seperti Cekungan Banda dan Timor Trough. Kedalaman lautnya berkisar antara 200 – 1.800 meter. Antara wilayah perairan laut Indonesia bagian barat dan tengah dibatasi oleh Garis Wallace

Perairan Indonesia Bagian Timur

Seperti halnya wilayah bagian Barat, perairan laut Indonesia bagian Timur merupakan zona laut dangkal yang termasuk pada landas kontinen Australia (Paparan Sahul). Kawasannya meliputi laut-laut dangkal di sebelah selatan Papua sampai bagian utara Australia seperti Laut Arafuru dan Selat Flores. Di sebelah Utara terdapat palung Mindanau dengan kedalaman maksimum 10.830 m merupakan bagian laut yang terdalam di dunia. Sebelah Barat daya nya terdapat Basin Sulawesi yang sangat luas dengan dasarnya kurang lebih mendatar pada kedalaman sekitar 5.100 m ke arah Selatan. Basin Sulawesi ini berhubungan dengan palung Makassar yang kedalamannya 2.300 m.

Sesuai dengan ketetapan Hukum Laut Internasional yang disepakati oleh PBB pada 1980, negara Indonesia memiliki tiga batas laut yaitu batas laut teritorial, landas kontinen, dan zona ekonomi eksklusif.

Batas Laut Teritorial

Batas laut teritorial merupakan batas kedaulatan penuh pemerintah Indonesia. Negara lain tidak diperkenankan memasuki wilayah ini tanpa izin resmi dari pemerintah Indonesia. Apabila ada warga atau kapal asing yang memasuki wilayah laut teritorial tanpa izin, pemerintah kita berhak menghukum warga asing tersebut. Walaupun demikian, sebagai warga masyarakat dunia internasional, tentunya pemerintah RI memiliki kewajiban untuk menyediakan jalur pelayaran internasional untuk tujuan-tujuan damai dan hubungan antarbangsa.

Kawasan laut teritorial merupakan wilayah laut yang ditarik sejauh 12 mil laut (1 mil laut = 1,852 Km) dari garis dasar ke arah laut lepas. Garis dasar adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik ujung pulau-pulau terluar dari suatu negara maritim. Ujung terluar sebuah pulau dapat diketahui dengan cara menghitung rata- rata batas garis pantai saat pasang naik tertinggi dan pasang surut terendah.

Batas Landas Kontinen

Indonesia memiliki dua batas landas kontinen, yaitu Landas Kontinen Asia di sekitar Laut Natuna dan Selat Malaka yang berbatasan dengan Malaysia dan Singapura, serta Landas Kontinen Australia di Laut Arafuru dan Laut Timor yang berbatasan dengan Negara Australia. Negara Indonesia memiliki hak dan kewenangan untuk memanfaatkan semua sumber daya alam laut yang terkandung di wilayah landas kontinen, dengan senantiasa menghormati dan tidak mengganggu jalur pelayaran internasional.

Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)

Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) ditarik sejauh maksimal 200 mil laut dari garis dasar ke arah laut bebas. Terhadap wilayah ZEE ini, Negara Indonesia memiliki hak pertama untuk mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam yang terkandung di dalamnya, dengan tidak mengganggu jalur lalu lintas internasional.

Perkembangan Jalur Transportasi dan Perdagangan Internasional di Indonesia

 

 

Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Indonesia

Potensi sumber daya kelautan

  1. Sumber daya perikanan

adalah salah satu potensi sumber daya laut di Indonesia yang sejak dulu telah dimanfaatkan penduduk. Laut Indonesia memiliki angka potensi lestari yang besar, yaitu 6,4 juta ton per tahun. Yang dimaksud dengan potensi lestari adalah potensi penangkapan ikan yang masih memungkinkan bagi ikan untuk melakukan regenerasi hingga jumlah ikan yang ditangkap tidak mengurangi populasi ikan.

Berdasarkan aturan internasional, jumlah tangkapan yang diperbolehkan adalah 80% dari potensi lestari tersebut atau sekitar 5,12 juta ton per tahun. Kenyataannya, jumlah hasil tangkapan ikan di Indonesia belum mencapai angka tersebut. Ini berarti masih ada peluang untuk meningkatkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan.

Jika dibandingkan sebaran potensi ikannya, terlihat adanya perbedaan secara umum antara wilayah Indonesia bagian Barat dan Timur. Di Indonesia bagian Barat dengan rata-rata kedalaman laut 75 meter, jenis ikan yang banyak ditemukan adalah ikan pelagis kecil. Kondisi agak berbeda terdapat di kawasan Indonesia Timur dengan rata-rata kedalaman laut mencapai 4.000 m. Di kawasan Indonesia bagian Timur, banyak ditemukan ikan pelagis besar seperti cakalang dan tuna.

Selain ikan yang tersedia di lautan, penduduk Indonesia juga banyak yang melakukan budi daya ikan, terutama di daerah pesisir. Di pantai utara Pulau Jawa, banyak masyarakat yang mengembangkan usaha budi daya ikan dengan menggunakan tambak. Jenis ikan yang dikembangbiakkan di sana adalah ikan bandeng dan udang.

Selain ikan, kekayaan laut Indonesia juga berada di wilayah-wilayah pesisir berupa hutan mangrove, rumput laut, padang lamun, dan terumbu karang. Indonesia memiliki lebih dari 13 ribu pulau sehingga garis pantainya sangat panjang. Garis pantai Indonesia panjangnya mencapai 81.000 Km, ukuran ini merupakan panjang pantai kedua terpanjang di dunia setelah Kanada. Oleh karena itu, potensi sumber daya alam di wilayah pesisir sangat penting bagi Indonesia.

Tidak salah jika pemerintah di bawah pemerintahan presiden Jokowi memfokuskan pembangunan maritim di Indonesia. Kekayaan alam kita yang berupa ikan malah banyak diambil oleh oknum-oknum dari negara lain berupa praktik pencurian ikan atau illegal fishing. Ada beberapa wilayah perairan Indonesia yang rawan dengan kegiatan illegal fishing. Wilayah yang paling rawan dengan praktik pencurian ikan adalah Laut Arafuru (Papua) di Timur perairan Indonesia.

 

Sumber: baca di sini

  1. Energi kelautan Indonesia

Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki wilayah laut terbesar. Sekitar dua per tiga wilayah Indonesia adalah laut. Indonesia memiliki pantai kedua terpanjang di dunia setelah Kanada.

Hal tersebut menjadi keuntungan bagi Indonesia dari segi besarnya potensi energi laut. Energi laut yang dihasilkan dari gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut (samudera) merupakan sumber energi di perairan laut. Energi ini berupa energi pasang surut, energi gelombang, energi arus laut, dan energi perbedaan suhu lapisan laut.

Energi pasang surut di wilayah Indonesia terdapat pada banyak pulau. Cukup banyak selat sempit yang membatasinya maupun teluk yang dimiliki masing-masing pulau. Hal ini memungkinkan untuk memanfaatkan energi pasang surut.

Saat laut pasang dan saat laut surut aliran airnya dapat menggerakkan turbin untuk membangkitkan listrik. Sampai saat ini belum ada penelitian untuk pemanfaatan energi pasang surut yang memberikan hasil yang cukup signifikan di Indonesia.

Di Indonesia beberapa daerah yang mempunyai potensi energi pasang surut adalah Bagan Siapi-api yang pasang surutnya mencapai 7 meter. Teluk Palu yang struktur geologinya merupakan patahan (Palu Graben) sehingga memungkinkan gejala pasang surut.  Teluk Bima di Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Kalimantan Barat, Papua, dan pantai selatan Pulau Jawa yang pasang surutnya bisa mencapai lebih dari 5 meter.

Untuk lautan di wilayah Indonesia, dengan potensi termal 2,5 x 1.023 Joule dan efisiensi konversi energi panas laut sebesar tiga persen dapat dihasilkan daya sekitar 240.000 MW. Potensi energi panas laut yang baik terletak pada daerah antara 6-9° Lintang Selatan dan 104-109° Bujur Timur. Di daerah tersebut pada jarak kurang dari 20 Km dari pantai didapatkan suhu rata-rata permukaan laut di atas 28°C dan didapatkan perbedaan suhu permukaan dan kedalaman laut (1.000 m) sebesar 22,8°C.

Sedangkan perbedaan suhu rata-rata tahunan permukaan dan kedalaman lautan (650 m) lebih tinggi dari 20°C. Dengan potensi tersebut, konversi energi panas laut dapat dijadikan alternatif pemenuhan kebutuhan energi listrik di Indonesia. Tidak jauh berbeda dengan energi pasang surut, energi panas laut di Indonesia juga baru mencapai tahap penelitian.

Kekuatan gelombang bervariasi di setiap lokasi. Daerah samudera Indonesia sepanjang pantai selatan Jawa sampai Nusa Tenggara adalah lokasi yang memiliki potensi energi gelombang cukup besar berkisar antara 10 – 20 kW per meter gelombang.

Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa energi gelombang di beberapa titik di Indonesia bisa mencapai 70 kW/m di beberapa lokasi. Pantai barat Pulau Sumatera bagian selatan dan pantai selatan Pulau Jawa bagian barat juga berpotensi memiliki energi gelombang laut sekitar 40 kW/m.

Karakteristik energi gelombang sangat sesuai untuk memenuhi kebutuhan energi kota-kota pelabuhan dan pulau-pulau terpencil di Indonesia. Sayangnya, pengembangan teknologi pemanfaatan energi gelombang di Indonesia saat ini meskipun cukup menjanjikan namun masih belum optimal. Pemanfaatan energi gelombang yang sudah diaplikasikan di Indonesia baik oleh lembaga litbang (BPPT, PLN) maupun institusi pendidikan lainnya baru pada tahap penelitian.

Sumber: baca di sini

Baca kembali:  DINAMIKA HIDROSFER DAN DAMPAKNYA TERHADAP KEHIDUPAN

  1. Sumber daya minyak dan gas bumi

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar menyatakan secara tersirat untuk mengembangkan potensi wilayah minyak dan gas (migas) di Indonesia, terutama lapangan yang berada lepas pantai (offshore) dan laut dalam (deep water).

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja menyambut baik atas keinginan menteri tersebut. Ia mengetahui potensi migas Indonesia memang masih banyak seperti wilayah laut dalam. Cekungan-cekungan geologi yang berpotensi memiliki kandungan minyak dan gas pun masih banyak.

“Cekungan-cekungan kan cukup banyak, cekungan geologi yang mengandung minyak dan gas di laut dalam. Itu yang harus kita eksplorasi,” kata Wirat, di Kantor Kementerian ESDM, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Kamis (28/7/2016).

Namun, yang menjadi pertimbangan saat ini adalah biaya eksplorasi untuk pengerjaan wilayah kerja laut dalam masih sangat mahal. Belum ditambah lagi dengan posisi yang jauh dan kebanyakan berada di daerah remote. Hal itu yang masih menjadi kajian.

“Biaya eksplorasinya kan tinggi karena laut dalam. Dan jaraknya jauh-jauh. Remote di Indonesia timur, di laut Makassar. Jadi seperti yang disampaikan sebelumnya, kita sedang dalam proses menyiapkan regulasi,” jelas dia.

Menurutnya, seperti yang sudah banyak diketahui publik, regulasi mengenai wilayah kerja laut dalam di Indonesia masih belum atraktif sehingga investor kurang berminat berinvestasi. Sehingga kebanyakan investor lebih memilih menginvestasikannya di negara lain.

“Sekarang kita kalah atraktif dengan negara yang lain-lain. Sehingga investasi dari perusahaan-perusahaan kelas dunia. Perusahaan-perusahaan kelas dunia jadi tidak mau investasi di Indonesia,” ungkap dia.

Untuk itu, lanjut Wirat, pihak Kementerian ESDM bersama Komisi Eksplorasi Nasional (KEN), SKK Migas, dan para stakeholders sedang merancang dan merumuskan bagaimana supaya wilayah migas laut dalam di Indonesia lebih menarik mata investor.

“Kalah atraktif kita dengan negara yang lain. Dari fiskal dari pajak, split, banyak hal yang kita kalah atraktif dengan negara lain,” ucap dia.

Berdasarkan data litbang Kementerian ESDM, Potensi energi di laut Indonesia sampai saat ini masih didominasi oleh minyak dan gas bumi (migas). Sekitar 70 persen cadangan migas Indonesia terdapat di cekungan-cekungan tersier lepas pantai dan lebih dari separuhnya terletak di laut dalam.

Sejak 2004 telah beroperasi lebih dari 36 perusahaan minyak di Wilayah Kerja (WK) lepas pantai dari keseluruhan 153 WK yang telah melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi di lepas pantai.

Saat ini, telah terindikasi 66 cekungan migas di seluruh Indonesia, sebagian besar berada di darat dan laut dangkal perairan teritorial dan hanya beberapa cekungan yang berada pada landas kontinen (cekungan busur muka). Ada 16 cekungan sudah berproduksi, delapan cekungan berpotensi, dan 42 cekungan belum dieksplorasi.

Sumber: baca di sini

  1. Wisata bahari

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari banyak pulau. Selain lima pulau utama, yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, Indonesia juga memiliki pulau-pulau kecil yang jumlahnya ribuan. Sebagai negara kepulauan, tentu saja pantai yang terdapat di Indonesia ini berjumlah ribuan juga.

Pantai dan laut tersebut menyimpan berbagai potensi yang jika diolah dengan baik akan memberikan berbagai keuntungan bagi penduduk sekitar. Salah satu potensi dari laut Indonesia ialah hasil perikanan. Dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 Km, dalam satu tahun Indonesia mampu menghasilkan 5,4 juta ton ikan. Tentu masih ada peluang lebih untuk mendapatkan ikan lebih banyak lagi. Potensi lain dari bahari adalah wisatanya.

Hutan mangrove dapat menjadi potensi wisata bahari yang menjanjikan bagi para wisatawan. Sebagai habitat binatang laut, hutan mangrove, juga dapat menjadi manfaat bagi masyarakat sekitar. Tak hanya pemasukan karena wisatawan, masyarakat juga dapat mempergunakan kayu bakau untuk menjadi bahan pembuat kertas. Keindahan bawah laut Indonesia juga menjadi destinasi wisata bahari berikutnya.

Sebut saja Raja Ampat di Papua, Derawan di Kalimantan, dan Pulau Ora di Maluku, pemandangan bawah lautnya sudah terdengar hingga mancanegara. Ketiga tempat tersebut merupakan sedikit dari bagian laut Indonesia dengan keindahan bawah laut yang memesona. Pemandangan bawah laut yang dihasilkan dari terumbu karang dan biota laut Indonesia menarik para wisatawan.

Indonesia memiliki luas terumbu karang terluas di dunia, yaitu 284.300 km2 yang akan memuaskan hati para penyelam. Selain pemandangan bawah laut yang indah, hampir seluruh pantai di Indonesia juga memiliki pemandangan yang tak kalah memesonanya.

Para wisatawan dapat membuktikan dengan mengunjungi pantai-pantai yang terdapat di selatan pulau Jawa, pantai Parai Tenggiri di Bangka Belitung, dan lain-lainnya. Masih banyak laut dan pantai di Indonesia yang menyimpan potensi wisata sehingga dapat menambah jumlah destinasi liburan untuk para wisatawan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Beragam Potensi Wisata Bahari Indonesia untuk Dunia”,

Sumber: baca di sini

  1. Industri maritim

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan mengembangkan industri berbasis maritim. Potensi untuk mengembangkan industri maritim sangat terbuka mengingat Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia.

Menurut Saleh, ada empat industri maritim yang akan dikembangkan pada periode 2015-201-, yaitu industri rumput laut, industri pengolahan ikan, industri galangan kapal, dan industri garam. “Kita tabu bahwa salah satu yang terus didorong oleh presiden yaitu bagaimana agar industri maritim kita dapat tumbuh dan berkembang karena bagaimana pun dua pertiga dari wilayah Indonesia adalah laut,” ujarnya.

Industri rumput laut nasional terdiri atas 25 unit usaha besar yang menyerap 3.100 orang tenaga kerja yang memiliki nilai investasi sebesar USD170juta. “Industri rumput laut saat ini lebih banyak menjual secara mentah ke luar negeri. Padahal, seharusnya ini bisa dilakukan hilirisasi dengan menumbuhkan industri turunnya di dalam negeri,” ungkap Saleh.

Saleh menambahkan, industri rumput laut nasional memiliki kapasitas terpasang sebesar 33.000 ton dengan kemampuan produksi 20.000 ton per tahun sehingga menghasilkan utilitas sebesar 60%. “Permasalahan-permasalahan yang dihadapi adalah suplai bahan baku terbatas untuk industri pengolahan rumput laut karena masih diekspor dalam bentuk mentah, kualitas bahan baku rumput laut yang rendah, biaya transportasi masih mahal,” jelasnya.

Menurut Saleh, agar industri ini bisa berkembang, Kemenperin akan terus berkoordinasi dengan instansi-instansi lainnya agar pasokan bahan baku terpenuhi.

Saleh melanjutkan, industri pengelolaan ikan saat ini sama seperti industri rumput laut, yakni kekurangan bahan baku. “Ini karena banyak terjadi penjualan ikan secara ilegal sehingga pasokan bahan baku berkurang,” ungkapnya.

Selama ini industri pengolahan ikan nasional yang terdiri atas 37 unit usaha berskala besar mampu menyerap 62.000 orang tenaga kerja dan memiliki nilai investasi Rpl,5 triliun. Industri pengolahan ikan nasional juga telah memiliki kapasitas terpasang 339.000 ton dengan kemampuan produksi 197.000 ton per tahun, sehingga menghasilkan utilitas sebesar 58%.

Selain masalah bahan baku, masalah industri pengolahan ikan lainnya terkait saling pengakuan standar dengan negara-negara tujuan ekspor. “Koordinasinya belum baik sehingga banyak hasil pengolahan ikan yang ditolak oleh negara tujuan ekspor,” katanya.

Sementara itu, industri galangan kapal nasional masih memiliki potensi yang cukup besar untuk terus dikembangkan. Untuk industri galangan kapal reparasi, jumlah fasilitas produksinya sebesar 214 unit dengan kapasitas 12 juta dead weight ton (DWT) per tahun dengan utilisasi sebesar 85%.

Sedangkan galangan kapal baru, jumlah fasilitas produksinya sebanyak 160 unit dengan kapasitasl, 2juta DWT pertahun dengan utilisasi sebesar 35%. “Industri galangan kapal di Tanah Air banyak yang belum tumbuh. Kami koordinasi dengan Menko Maritim bersama dengan Menteri Perhubungan dan Menteri Keuangan memberikan insentifinsentif,” ungkapnya.

Industri garam nasional yang terdiri atas 35 unit usaha berskala besar dengan luas lahan produksi mencapai 22.000 hektare (ha) memiliki kapasitas produksi mencapai 56 juta ton pertahun.”Membuat garam konsumsi di mana pun bisa, namun berbeda dalam membuat garam industri. Garam industri kandungan NaCl-nya tinggi sehingga tidak bisa dikonsumsi,” ujarnya.

Permasalahan yang dihadapi industri garam adalah belum diproduksinya garam industri dalam skala besar sehingga kebutuhan garam industri sebesar 1,9 juta ton pertahun masih diimpor. “Membuat garam industri tidak semua laut bisa. Lebih cocok wilayahnya adalah di kawasan timur Indonesia, khususnya di NTT. Curah hujan dan alamnya cocok untuk pengembangan garam industri,” tandasnya.

Komitmen pemerintah untuk memajukan sektor maritim juga ditandai dengan digencarkannya penegakan hukum bagi para pencuri ikan atau illegal fishing. Mulai dari memperketat pengawasan, melarang kapal-kapal melakukan alih muatan ikan di laut, serta penenggelaman kapal asing pencuri ikan. Dengan semua upaya tersebut, Presiden Joko Widodo(Jokowi) optimistis industri perikanan yang semula banyak tutup karena kekurangan bahan baku akan kembali menggeliat.

Sumber: baca disini

  1. Jasa angkutan laut

Meskipun dalam beberapa tahun terakhir ini secara bertahap telah terjadi perubahan penggunaan armada pelayaran asing ke pelayaran domestik untuk mengangkut berbagai komoditi di dalam negeri, tetapi industri pelayaran didalam negeri, seperti yang disampaikan Ketua Indonesia Ship Owners Association (INSA) Oentoro Suryo, masih sulit bersaing dengan pelayaran asing karena keterbatasan jumlah kapal serta kondisi kapal yang ada sebagian besar adalah kapal tua.

Penambahan jumlah kapal nasional sebagian merupakan pengalihan bendera kapal-kapal milik pelayaran nasional yang sebelumnya berbendera asing, sehingga penambahan kapal-kapal baru relatif sangat sedikit.

Masih sulitnya penambahan kapal baru oleh galangan kapal Indonesia karena pihak perbankan masih belum sepenuhnya mendukung pembiayaan pembangunan kapal. Selain itu banyaknya  biaya pajak yang harus ditanggung untuk pembuatan kapal tersebut,  membuat masih tingginya biaya pembuatan kapal di Indonesia

Kondisi ini membuat beberapa perusahaan pelayaran nasional membangun kapalnya di luar negeri, karena dianggap lebih murah biayanya dibanding membangun di dalam negeri.

Secara garis besar, perusahaan angkutan laut nasional dikelompokkan menjadi pelayaran dalam negeri dan angkutan luar negeri untuk ekspor-impor. Perusahaan pelayaran untuk angkutan dalam negeri, terdiri atas pelayaran antar pulau, pelayaran lokal, pelayaran perintis dan pelayaran rakyat. Selain itu terdapat perusahaan non pelayaran (pelayaran khusus), yaitu  yang  hanya mengangkut keperluan dan hasil industri sendiri, seperti yang dioperasikan oleh industri-industri pupuk, tepung terigu, semen dan kayu.

Selama tahun 2003 – 2007, jumlah perusahaan pelayaran di Indonesia cenderung meningkat. Menurut catatan Ditjen Perhubungan Laut, pada tahun 2003 terdapat 1.705 buah perusahaan, yang terdiri atas 1.030 perusahaan pelayaran nasional, 267 perusahaan non pelayaran dan selebihnya sebanyak 408 perusahaan pelayaran rakyat. Pada tahun 2007, jumlah perusahaan pelayaran meningkat menjadi 2.326 perusahaan, yang terdiri atas 1.432 perusahaan pelayaran nasional, 334 perusahaan non pelayaran dan 560 perusahaan pelayaran rakyat. Perkembangan jumlah perusahaan pelayaran dalam negeri di Indonesia tidak terlepas dari peningkatan kegiatan ekspor dan juga kebijakan Pemerintah untuk mendukung jasa angkutan laut seperti diterapkannya azas cabotage untuk 13 jenis komoditas utama sejak tahun 2005.

Sumber: baca di sini

  1. Alur laut kepulauan Indonesia

Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS), 10 Desember 1982, menjadi awal lahirnya hukum laut yang mengakui adanya konsep Negara Kepulauan. Pemerintah Republik Indonesia (RI) kemudian meratifikasi konvensi tersebut dengan Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 1985. Sejak tahun 1994, Hukum Laut Internasional resmi berlaku dan mulai saat itu pula bangsa Indonesia mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber daya alam, termasuk yang ada di dasar laut dan di bawahnya. Pasal 49 UNCLOS 1982 menyatakan kedaulatan dari negara kepulauan meliputi perairan-perairan yang tertutup oleh garis pangkal demikian pula wilayah udara di atasnya dan dasar laut serta tanah di bawahnya.

Tahun 1996, Pemerintah Indonesia mengusulkan kepada International Maritime Organization (IMO) tentang penetapan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) beserta cabang-cabangnya di perairan Indonesia. Sesuai dengan Pasal 1 ayat 8 UU No. 6/ 1996 tentang Perairan Indonesia, Alur Laut Kepulauan adalah alur laut yang dilalui oleh kapal atau pesawat udara asing di atas alur tersebut, untuk melaksanakan pelayaran dan penerbangan dengan cara normal semata-mata untuk transit yang terus menerus, langsung, dan secepat mungkin serta tidak terhalang melalui atau di atas perairan kepulauan dan laut teritorial yang berdampingan antara satu bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan di bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia lainnya.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 37 tahun 2002, tentang Alur Laut Kepulauan Indonesia, terdapat 3 (tiga) ALKI beserta cabang-cabangnya. Pertama, jalur pada ALKI I yang difungsikan untuk pelayaran dari Laut Cina Selatan melintasi Laut Natuna, Selat Karimata, Laut Jawa, dan Selat Sunda ke Samudera Hindi. Sebaliknya; dan untuk pelayaran dari Selat Singapura melalui Laut Natuna dan sebaliknya (Alur Laut Cabang I A).

Kedua, jalur pada ALKI II yang difungsikan untuk pelayaran dari Laut Sulawesi melintasi Selat Makasar, Laut Flores, dan Selat Lombok ke Samudera Hindia, dan sebaliknya. Ketiga, jalur pada ALKI-III-A yang difungsikan untuk pelayaran dari Samudera Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, dan Laut Sawu.

ALKI III-A sendiri mempunyai 4 cabang, yaitu ALKI Cabang III B: untuk pelayaran dari Samudera Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, dan Selat Leti ke Samudera Hindia. Sebaliknya; ALKI Cabang III C: untuk pelayaran dari Samudera Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda ke Laut Arafura dan sebaliknya; ALKI Cabang III D: untuk pelayaran dari Samudera Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, dan Laut Sawu ke Samudera Hindia. Sebaliknya; ALKI Cabang III E: untuk pelayaran dari Samudera Hindia melintasi Laut Sawu, Selat Ombai, Laut Banda, Laut Seram, dan Laut Maluku.

Masing-masing ALKI mempunyai potensi ancaman yang dinilai relevan dan membutuhkan koordinasi yang lebih serius. Berdasarkan wawancara penulis dengan narasumber dari Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), masing-masing ALKI mempunyai potensi ancaman yang berbeda-beda. Potensi ancaman di ALKI I terkait imbas konflik klaim wilayah atas kepulauan Spratly dan Paracel di Laut Cina Selatan, seperti digunakannya wilayah ALKI I untuk kegiatan manuver angkatan perang negara yang terlibat.

Di samping itu, imbas kepadatan lalu lintas pelayaran di Selat Malaka, seperti digunakannya wilayah ALKI I oleh perompak untuk menghindari kejaran aparat keamanan Indonesia, dan aparat keamanan gabungan (Indonesia, Malaysia, dan Singapura) atau penyelundupan. Imbas dari pusat pertumbuhan dan perekonomian Asia dan Asia Tenggara di Republik Rakyat Cina (RRC) dan Singapura, seperti penyelundupan barang-barang ilegal dan juga perdagangan manusia, turut menjadi potensi ancaman di ALKI I. Imbas lain adalah bahaya ancaman bencana alam dan tsunami di Selat Sunda, seperti ancaman gempa vulkanik serta erupsi gunung berapi (anak Krakatau). Kemudian imbas politik ekspansional Malaysia, seperti kemungkinan klaim wilayah teritorial baru.

Untuk ALKI II, potensi ancaman berasal dari imbas konflik Blok Ambalat. Digunakannya wilayah ALKI II untuk manuver angkatan perang negara tetangga dan imbas lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan, seperti penangkapan ikan dan sumber daya alam lainnya secara ilegal. Di samping itu, imbas dari pusat pariwisata dunia di Bali, seperti penyelundupan barang secara ilegal dan perdagangan manusia, serta terorisme. Imbas politik ekspansional Malaysia, seperti kemungkinan baru klaim wilayah teritorial setelah berhasil menguasai pulau Sipadan dan Ligitan, serta provokasi atas wilayah Blok Ambalat, juga merupakan potensi ancaman bagi ALKI II.

Sementara itu, untuk ALKI III, potensi ancaman berasal dari imbas konflik internal negara tetangga di utara (Filipina) dan selatan (Timor Leste). Dijadikannya wilayah ALKI IIIA sebagai sarana pelarian atau kegiatan lain yang membahayakan keamanan laut. Imbas dari lepasnya Timor Timur menjadi negara berdaulat (Timor Leste) terkait dengan blok migas di sebelah selatan pulau Timor, seperti pelanggaran wilayah, penyelundupan, dan klaim teritorial.

Di samping itu, imbas konflik internal seperti separatisme Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku dan Gerakan Papua Merdeka (GPM) di Papua. Imbas politik luar negeri Australia, seperti pelebaran pengaruh Australia terhadap wilayah sekitar di utara (Indonesia, Timor Leste, dan Papua New Guinea) serta dukungannya terhadap gerakan separatisme. Imbas selanjutnya adalah potensi sumber kekayaan alam melimpah yang belum terkelola, seperti pencurian ikan dan pencurian kekayaan alam lainnya, juga merupakan potensi ancaman tersendiri bagi ALKI III.

Di antara ALKI I, II, dan III, ALKI II merupakan lintasan laut dalam yang ekonomis dan aman untuk dilalui. ALKI II yang melewati Selat Makassar-Selat Lombok membelah sisi Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian Timur. Lebih jauh, pendangkalan yang terjadi akhir-akhir ini di Selat Malaka menyebabkan kapal-kapal besar, terutama kapal tangki, memindahkan trayek pelayarannya melalui Selat Lombok-Selat Makassar. Sebagai jalur perdagangan dan pelayaran internasional, ALKI II memiliki nilai strategis. ALKI II yang mencakup Selat Lombok, Selat Makassar, dan Laut Sulawesi menjadi penting dalam posisinya sebagai jalur pendukung utama dari Selat Malaka yang sudah amat padat.

Rahardjo Adisasmita, yang dikenal dengan konsep ”Kawasan Pembangunan SEMEJA”-nya, mengemukakan bahwa di masa depan Selat Lombok-Selat Makassar memegang peran kunci sebagai jalur pelayaran dunia, di mana jika garis jalur pelayaran vertikal dan garis jalur pelayaran horizontal ditarik pada bola dunia akan beririsan pada titik yang berada tepat di Selat Makassar. “Kawasan Pembangunan SEMEJA” adalah konsep yang khas dan diformulasikan untuk kawasan kepulauan. Konsep pengembangan SEMEJA ini dapat berbentuk selat, teluk, dan laut yang berfungsi untuk memfasilitasi berkembangnya kegiatan perdagangan dan transportasi antar daerah yang berada di sekelilingnya dengan berdasar pada prinsip saling membutuhkan, saling melengkapi, dan saling menguntungkan, di mana kota yang lebih kuat, besar, dan maju wajib mendorong dan menarik kota yang lebih “kecil” (Rahardjo Adisasmita, 2008). Adisasmita juga menyatakan bahwa Selat Makassar–Selat Lombok yang memotong Laut Jawa–Banda–Arafura menjadi penghubung dari Utara (Filipina) ke arah Selatan (Samudera Hindia) adalah sebagai alur utama transportasi laut internasional (international sea transportation highway).

Pada dasarnya, negara-negara di dunia sebagai pengguna jalur pelayaran dapat memilih jalur yang paling aman dan ekonomis dengan mematuhi ketentuan dalam UNCLOS 1982. Sebaliknya, negara yang dilalui seperti Indonesia, harus menjamin keamanan dan keselamatan alur laut tersebut di samping memanfaatkan peluang ekonomi dan meminimalkan kendala dari pilihan jalur tersebut (Hasim Djalal, 1995). Untuk itu, ALKI II sebagai jalur pelayaran dunia yang potensial di masa mendatang perlu mendapat perhatian terkait hal ini.

Ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Pertama, peningkatan pertahanan-keamanan di wilayah ALKI II mengingat potensi ancaman yang dimiliki sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, baik dari negara tetangga maupun kapal-kapal asing, terutama potensi ancaman keamanan nontradisional. Peningkatan pertahanan-keamanan ini bisa dilakukan melalui peningkatan personel dan peralatan yang dimiliki TNI Angkatan Laut kita, maupun koordinasi keamanan laut yang efektif di bawah Bakorkamla. Kedua, perubahan paradigma lama dari continental-based development menjadi maritime/sea-based development sudah saatnya dilaksanakan secara konsisten, sehingga pemanfaatan ALKI II ini harus ditarik ke arah pertumbuhan ekonomi kawasan dan pembangunan wilayah. Peningkatan ekonomi di kawasan pesisir tentu diharapkan akan berkorelasi positif dengan pengurangan gangguan keamanan di laut. Ketiga, perlunya kajian komprehensif mengenai ALKI II, baik dari aspek pertahanan-keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya sehingga mendapat pemetaan yang jelas mengenai potensi ancaman dan potensi ekonomi yang bisa dikembangkan masyarakat pesisir, terutama mendukung maritime/sea-based development.

Sumber: baca di sini

Pengelolaan sumber daya kelautan

Posisi Strategis Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia

Poros maritim merupakan gagasan yang dilontarkan oleh presiden terpilih Joko Widodo saat kampanye pemilihan presiden beberapa waktu lalu. Di samping gagasan ini ia juga menawarkan program yang disebut tol laut.

Dua hal itu kini menjadi bahan pembicaraan yang lumayan hangat di kalangan kemaritiman Tanah Air dengan sebagian di antara mereka mendukungnya dan sebagian lagi mengkritisi atau bahkan menolaknya.

Dalam dunia kemaritiman internasional, poros maritim dikenal dengan istilah international maritime center (IMC). Sah-sah saja sebenarnya menggunakan istilah lain sesuai keinginan seseorang tetapi industri maritim adalah salah satu bisnis yang diatur secara global, karena itu kesamaan bahasa atau istilah dan pemaknaannya mutlak diperlukan.

International maritime center adalah sebuah pelabuhan atau negara yang telah berhasil membangun aneka macam fasilitas, infrastruktur dan regulasi sehingga menarik minat kalangan pelayaran internasional dan komunitas maritim lainnya untuk mendatanginya dan dapat menjalankan bisnis yang menguntungkan di pelabuhan/negara bersangkutan. Jadi, untuk menjadi IMC yang baik maka yang diperlukan adalah kemampuan menarik pemain internasional dengan berbagai kemudahan untuk datang dan menjalankan bisnis.

Singapura dikenal sebagai salah satu IMC yang terbaik. Status IMC yang didapat oleh negeri jiran ini bertumpu pada posisinya sebagai sebuah hub kemaritiman global. Sejalan dengan statusnya, Singapura saat ini menjadi lokasi berkantornya lebih dari 4.200 multinational corporations (MNC) dan 26.000 perusahaan mancanegara lainnya.

Mereka terdiri dari shipbrokers, charterers, marine insurers, maritime law, dan sebagainya. Sebagai operator untuk menangani para pebisnis itu, pemerintah Negeri Singa menugaskan Maritime and Port Autority/MPA yang diisi dengan staf yang profesional.

Dalian di China juga merupakan IMC yang terkenal di kawasan Asia. Disebut meniru atau copy-paste apa yang dilakukan oleh Singapura, kota ini juga menjadi incaran pelaku bisnis maritim mondial.

Masih panjang jalan yang harus ditempuh Indonesia jika ingin menjadi IMC seperti Singapura atau Dalian. Tidak banyak pemain besar, apa lagi yang kecil, bisnis maritim internasional berkantor dan menjalankan kegiatannya dari Jakarta.

Pasalnya, negeri ini tidak banyak menawarkan fasilitas, infrastruktur dan kemudahan dalam berbisnis. Ambil contoh suku bunga perbankan untuk usaha pelayaran.


No comments:

Post a Comment

good luck